Discussions

Selasa, 03 Januari 2017

Sekarbela Tempat Kerajinan Mutiara Lombok


Pulau Lombok siap menjadi tujuan internasional, sebagai penghasil mutiara terbaik dan berkualitas. Pulau Lombok sekarang berkembang maju sebagai pusat penghasil mutiara dan pengrajin perhiasan mutiara. Pemerintah sedang berusaha memperkenalkan Lombok di mata internasional sebagai penghasil mutiara terbaik dunia.

Event pameran wisata Lombok Sumbawa Pearl Festival (LSPF) 2012 yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah NTB, bertujuan untuk mempamerkan pariwisata, budaya dan ekonomi kreatif. Selain itu adanya event pariwisata membangkitkan ekonomi masyarakat dan membuka peluang investasi.

Pada tahun 2011 jumlah wisatawan ke Pulau Lombok mencapai 886.880 orang mengalami peningkatan dari pada di tahun 2010 yang hanya mencapai 725.388 orang. Target tahun 2012 ini pemerintah daerah Lombok menargetkan ada 1 juta orang wisatawan.

Banyak para wisatawan baik luar maupun asing yang berkunjung ke Senggingi Pulau Lombok, Senggigi merupakan destinasi utama tujuan wisata. Pantai Senggigi letaknya berada di sebelah barat pesisir Pulau Lombok. Setelah berkunjung ke Senggigi wisatawan bisa langsung membeli oleh- oleh atau cindera mata khas lombok yaitu mutiara di daerah Sekarbela. Sekarbela merupakan sentral pengrajin perhiasan mutiara yang terkenal, banyak juga terdapat toko- toko yang menjual mutiara.

Sumber: mutiaralombok

Senin, 02 Januari 2017

Batik Sasambo, Batik Khas Nusa Tenggara Barat


Batik sudah menjadi warisan budaya nusantara. Bahkan dunia pun telah mengakui batik merupakan milik Indonesia. Ini tak lepas dari setiap daerah yang memiliki batik sebagai kerajinan tradisional yang sudah melekat. Tak hanya di Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pun memiliki batik sebagai kerajinan tangan yang indah. Batik sasambo namanya.

Sasambo merupakan gabungan tiga etnis yang mendiami bumi NTB – Sasak di Lombok, Samawa di Sumbawa, dan Mbojo di Bima. Ketiga Suku ini bersatu dalam hal kerajinan tangan tradisonal dan dibuatlah batik sasambo sebagai medianya.

Untuk motif, batik sasambo memiliki motif sasambo, motif made sahe (mata sapi), motif kakando, dan uma lengge (berupa rumah tradional dengan kubah yang menyerupai kerucut). Batik dari masing-masing daerah pun dapat dibedakan dari corak dan warna yang dihasilkan.

Kain yang halus dan motif artistik bisa menjadi penentu harga jual batik sasambo, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Lamanya proses pembuatan pun membuat harga batik sasambo menjadi sangat mahal. Hal ini menjadi wajar bila melihat kain yang dihasilkan dan proses pembuatan yang rumit.

Batik sasambo masih diproses dengan menggunakan tehnik tradisional. Keahlian tangan sang perajin dibutuhkan untuk membuat pola, motif, dan warna pada batik sasambo. Ada yang unik ketika pelepasan warna di batik sasambo. Potongan besi yang ujungnya telah dipanaskan akan ditempel pada kain untuk melepas bahan lilin sebagai pemisah warna di batik sasambo.

Sumber: indonesiakaya

Kamis, 22 Desember 2016

Tembolak Lombok yang Mendunia

Proses pembuatan Tembolak Lombok
Kabupaten Lombok Timur (Lotim) yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di NTB yakni sekitar 1,3 juta jiwa. Banyak macam potensi kerajinan yang ada di daerah ini dalam penopang perekonomian masyarakat. Dari sekian kerajinan yang ada di Lotim, ada kerajinan tudung saji atau akrab disebut “tembolak” oleh masyarakat. Tembolak ini berfungsi sebagai penutup makanan dari lalat, semut maupun kotoran dan binatang lainnya.

Kerajinan tembolak ini terdapat di Desa Presak Kecamatan Sakra. Kerajinan ini menurut sejarahnya sudah menjadi kerajinan turun temurun di desa setempat sejak bertahun-tahun lamanya secara tradisional. Bahkan, kerajinan tangan ini tidak pernah tergeser, meski saat ini banyak tudung saji yang terbuat dari plastik dengan berbagai jenis yang merupakan produk perusahaan ternama di Indonesia.

Bambu untuk membuat lingkaran tembolak Lombok
“Kerajinan tangan tudung saji itu tidak pernah tergeser, bagaimanapun kondisi perekonomian bangsa kita. Kerajinan tudung saji ini menjadi salah satu alternatif dalam penopang perekonomian masyarakat,” tutur Kepala Desa Presak Kecamatan Sakra, Fihirudin, Sabtu (26/12/2015).

Tembolak Lombok yang mempesona
Diakuinya, jumlah masyarakat yang menggeluti usaha rumahan itu sepertiga dari penduduk yang ada di Desa Presak atau sekitar 500-600 masyarakat yang hingga saat ini menggantungkan hidupnya dari kerajinan tangan ini. Namun, katanya, meski diproduksi setiap hari dengan jumlah yang cukup banyak, Fihirudin mengaku heran produk tudung saji yang dibuat oleh masyarakat tidak pernah terdengar over produksi. Sehingga, ia menduga jika hasil kerajinan tangan berupa tudung saji yang dibuat oleh masyarakat banyak dikirim keluar daerah maupun ke luar negeri oleh para pengepul.

“Kalau hanya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga, pasti sudah lama over produk, tapi ini sudah bertahun-tahun dan permintaan selalu banyak dan itu tidak hanya di satu pengrajin,” tuturnya.

Tembolak yang sudah jadi dan belum dicat
Sementara, Camat Sakra, Lalu Safrudin, berpandangan jika keberadaan kerajinan tangan tudung saji di Desa Presak cukup membantu perekonomian masyarakat, termasuk sebagai alternatif mengatasi pengangguran. Namun, usaha rumahan atau home industry kurang menggaung, karena masih minimnya promosi yang dilakukan oleh pemerintah.
Untuk itu, ia berharap kepada Pemkab Lotim untuk lebih memperhatikan segala kerajinan-kerajinan tangan di Lotim, tidak terkecuali kerajinan tembolak ini.

Pasalnya, selain sebagai pengasah bakat dan keterampilan masyarakat yang merujuk pada perekonomiannya. Keberadaan kerajinan tudung saji ini juga sebagai salah satu alternatif untuk menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Sumber: lombokatraktif

Penenun di Batujai Pertahankan Warna Alami di Hasil Produksi

Bahan alami untuk tenun di Dusun Montong Batujai Lombok Tengah
 Selama ini kita mengetahui tenunan Lombok identik dengan warna terang seperti merah atau warna emas. Penggunaan bahan ini menggunakan benang dengan pewarna buatan pabrik. Padahal orang-orang dulu, jika menenun mereka menggunakan benang yang warnanya dibuat dengan bahan-bahan di sekitarnya. Bahan-bahan yang gampang ditemui tersebut memiliki warna yang lebih kalem, sehingga mereka bisa hemat biaya.

Untuk melestarikan budaya ini, kelompok Tenun Tenar di Dusun Montong, Desa Batujai, Praya Barat, Lombok Tengah mengembangkan tenunan pewarna alami. Kelompok yang dibina oleh Perkumpulan Pancakarsa di bawah Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPUK) ini sejak 2013 mengembangkan benang dengan pewarna alami.

“Sejak awal Januari 2016, kita dibimbing oleh Maybank,” terang Jelita Sukrama, pendamping kelompok Tenun Tenar saat ditemui Ekbis NTB, Rabu (30/11/2016).

Jelita mengatakan, pembuatan pewarna alami menggunakan bahan-bahan yang banyak tumbuh di sekitar seperti pohon mangga, asem, jambu, tarum dan lain-lain. “Tarum sendiri menghasilkan warna indigo, sedangkan yang lainnya menghasilkan warna coklat, hijau, dan lainnya tergantung prosesnya,” terangnya. Proses pewarnaan benang sendiri menghabiskan waktu 3 – 7 hari tergantung lamanya penjemuran yang berhubungan dengan panas matahari.

Seorang penenun di Dusun Montong, Desa Batujai Praya Barat sedang menenun
menggunakan pewarna alami yang terbuat dari bahan-bahan di sekitarnya
“Paling lama itu untuk warna indigo, karena warna tersebut difermentasi,” kata Jelita. Ia juga pernah eksperimen dengan menggunakan daun pandan, tetapi tidak berhasil karena warnanya yang luntur.  Selain itu, walau bahannya sama, tetapi hasil warnanya beda di setiap daerah. Pewarnaan  dilakukan sebulan sekali yang bisa menghasilkan 1 – 2 bal yang dapat untuk membuat 6 kain tergantung tebal tipisnya suri dan pakan kain untuk ukuran 120 cm  x 2 m.

Proses pengerjaan tenunan dengan benang pewarna alami memakan waktu yang lebih lama tergantung ketelatenan penenun sendiri. “Kalau rutin dikerjakan paling lama 2 minggu, tetapi kalau ditinggal kerja di tempat lain paling lama 1 bulan,” jelas Jelita. Menenun dengan benang pewarna alami memerlukan kesabaran yang tinggi, karena jika salah sedikit, maka benang akan terputus.

Kain tenun dengan pewarna alami sendiri harganya lebih mahal dibandingkan dengan kain tenunan dengan benang tekstil. “Kalau pakai benang rayon harganya dari Rp 700 – 800 ribu, misraise Rp 1,5 juta, dan benang sutra harganya Rp 2 juta,” kata Jelita.

Tenunan dengan pewarna alami ini bisa menambah pemasukan ibu-ibu yang menjadi kelompok tenun. Setiap tenunan, mereka dibayar Rp 350 ribu – Rp 600 ribu/kain yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Ke depannya, Jelita berharap bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk pembuatan galeri agar bisa memamerkan hasil produksi penenun di dusun tersebut.

Sumber: lomkokatraktif

Berugak Kayu Gunung Sari, Rambah Pasar Nusantara dan Mancanegara

Seorang pembuat berugak sedang memasang kayu di kerangka berugak yang sudah jadi,
Pembuatan untuk satu unit berugak membutuhkan waktu 2 hari
Gunung Sari merupakan salah satu kawasan di Lombok Barat bagian utara yang kaya dengan potensi. Di kawasan ini, selain pertanian, perkebunan, industri kerajinan berjalan lancar. Selama ini, Gunung Sari dikenal dengan kerajinan dari bambu, seperti kursi, meja, kurungan ayam hingga asesoris lainnya. Namun, di lokasi yang tidak jauh dari sentra kerajinan bambu, ada juga sentra kerajinan berugak berbahan kayu nangka dan jenis lainnya.

Mereka mendatangkan bahan, seperti kayu nangka, kayu kelapa  dari Sesaot Lombok Barat bagian utara, Lombok Utara dan Lombok Timur.Di sepanjang Jalan Pura Majapahit hingga perbatasan Dusun Rendang Bajur atau depan Pasar Gunung Sari, banyak warga yang membuka usaha berugak. Rata-rata di antara pengusaha berugak ini memiliki segmen tersendiri, sehingga tidak pernah sepi dari orderan (pesanan).  Pesanan yang datang tidak hanya dari lokal, tapi banyak yang berasal dari Pulau Jawa, Pulau Bali hingga Australia, Italia dan beberapa negara Asia lainnya.

Banyaknya dibangun perumahan di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, termasuk di Pulau Bali membuat pesanan berugak di sentra berugak Gunung Sari terus meningkat. Artinya, pembuatan berugak setiap hari tak pernah sepi. Setiap kali pekerja mengerjakan berugak, berarti sudah ada yang memesan.

Seorang pembuat berugak sedang memasang kayu di kerangka berugak yang sudah jadi,
pembuatan untuk satu unit berugak membutuhkan waktu 2 hari
Seperti pengakuan Junaidi, pemilik usaha Berugak Elen. Berugak yang banyak berjejer di tempat usahanya sudah dipesan dan tinggal diantar ke pemiliknya, baik yang berasal dari NTB maupun daerah lain, seperti DKI Jakarta, Jawa Timur hingga Bali. ‘’Khusus pemesan yang ada di Pulau Lombok, kami siap antar. Tapi, kalau sudah ke luar daerah, mereka yang membiayai sendiri ongkosnya. Kami kirim lewat ekspedisi, nanti dirakit di daerah tujuan,’’ tuturnya, Selasa (19/5/2015) lalu.

Diakuinya, berugak atau di Bali dinamakan gazebo yang dikirim ke luar daerah hanya dalam taraf penyelesaian kerangka dan belum dilakukan pengecatan. Biasanya, kata dia, pengecatan atau finishing dilakukan di daerah tujuan, seperti Bali dengan menambah ornamen yang sesuai dengan khas Bali.

Berugak kayu nangka Gunung Sari Lombok Barat yang siap dipasarkan
Selain itu, ketika ada pesanan berugak dari luar daerah, ada pembeli yang ingin diselesaikan langsung oleh tukang khusus yang ada di Gunung Sari. Menurutnya, pembeli ingin melihat berugak yang dipesannya tidak bermasalah saat dipasang ulang di daerah tujuan. ‘’Kalau kami di sini, ada tukang yang biasa ke luar daerah, khususnya ke Bali. Mereka memasang kerangka berugak sesuai keinginan pembeli. Mereka ditanggung biaya akomodasi dan semuanya selama di Bali,’’ aku Junaidi yang memulai usaha sejak tahun 2000 ini.

Begitu juga, ketika banyak developer yang membangun perumahan di Pulau Lombok memberikan berkah bagi pengusaha berugak. Paling tidak, saat satu lokasi perumahan dibangun, mereka bisa mengerjakan beberapa berugak dan tergantung pesanan.

Dua pekerja wanita di salah satu sentra pembuatan berugak
di Gunung Sari Lombok Barat sedang menganyam ilalang
Mengenai masalah harga, pihaknya mematok dari bahan berugak. Misalnya, untuk satu berugak ukuran 2 x 2 meter dengan bahan kayu nangka, pihaknya mematok harga Rp 4 juta. Sementara, kalau ukuran 2 x 4 meter, harganya bisa sampai Rp 7 juta hingga Rp 10 juta. Meski demikian, pihaknya hanya melayani pembuatan berugak sekepat atau empat tiang. ‘’Kami hanya fokus pada berugak empat tiang saja. Kalau untuk enam tiang, masih dipertimbangkan,’’ akunya.

Disinggung mengenai dampak pariwisata terhadap eksistensi usahanya, Junaidi mengaku tidak terlalu berpengaruh. Baginya, jika taraf perekonomian masyarakat sudah membaik berpengaruh besar terhadap jalannya usaha. Alasannya, sebagian besar pemesan berugak berasal dari masyarakat lokal NTB dan daerah lain di Indonesia. Namun, pihaknya mengharapkan agar situasi tetap kondusif dan keamanan tidak terganggu, karena berpengaruh besar terhadap jalannya usaha yang digelutinya.

Proses pembuatan kerangka berugak di Gunung Sari Lombok Barat
Sementara, Hanafi, salah satu tukang berugak mengaku, sudah mengeluti usaha berugak cukup lama. Dirinya sering diminta pemesan dari luar daerah untuk memasang kerangka berugak yang sudah dibuat di Lombok. Terkadang dirinya berada di luar daerah selama dua hari, setelah itu balik ke tempatnya bekerja. Baginya, dengan berprofesi sebagai tukang berugak, dirinya bisa melihat perbandingan bentuk berugak atau gazebo dengan di daerah lain.

Berugak kayu Gunung Sari yang tinggal ditaruh atap
Dalam menyelesaikan satu pesanan berugak, Hanafi mengaku membutuhkan waktu dua hari. Singkatnya waktu penyelesaian satu berugak, ujarnya, dilihat dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak, maka penyelesaian produk bisa dua hari. ‘’Tapi kalau tidak ada, bisa saja sampai seminggu atau sepuluh hari,’’ akunya.  Namun, tingginya permintaan belakangan ini membuat dirinya bersama 3 tukang lainnya dan 3 tukang penghalus harus ekstra kerja keras, sehingga mampu menyelesaikan produk sesuai janji pada pemesan.

Sumber: lombokatraktif

Jumat, 16 Desember 2016

Kerajinan Batok Kelapa dari Kabupaten Lombok Utara

kerajinan batok kelapa
 Batok kelapa tidak hanya dijual mentah atau dijual setengah jadi dalam bentuk arang. Di tangan-tangan terampil perajin Kabupaten Lombok Utara (KLU) batok dijadikan aneka kerajinan berharga jual tinggi.

Kelompok pemuda Prawira Village, Dusun Prawira, Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, adalah satu yang bereksperimen membuat aneka kerajinan dari limbah batok kelapa. Beberapa kreasi yang berhasil dibuat, seperti piring batok kelapa, kap lampu,
tempat buah, hingga nampan. Selain kerajinan batok, kelompok ini juga membuat produk hulu berbahan kelapa, seperti nata de coco dan minyak goreng.

Salah satu anggota Prawira Village, Erpan Hadi, menyebut usaha kelompok pemuda tersebut mampu eksis hingga saat ini.Kelompok ini memilih bahan baku kelapa, karena memperolehnya sangat mudah.

Mulai dari isi buah kelapa, dibuat olahan nata de coco dan minyak kelapa, daunnya dijadikan atap, dan batoknya menjadi aneka kerajinan tangan.

Salah satu yang dihasilkan dari batok adalah piring. Mungkin tidak bisa digunakan langsung untuk wadah makan, kecuali jika dilapisi. Kebanyakan SKPD Pemda KLU, kerap memanfaatkannya wadah untuk menyajikan permen, buah atau snack.

Piring tersebut tampak unik, karena dibuat dengan bahan baku batok kelapa yang dibentuk menjadi koin kecil kemudian koin-koin tersebut dirangkai hingga membentuk piring yang sempurna. "Kerajinan batok kelapa harganya bervariasi, dari Rp 15 ribu hingga Rp 300 ribu, tergantung tingkat kesulitannya. Paling mahal harganya  petromak atau kap lampu, karena proses pembuatannya juga lama," kata Erpan.

gantungan kunci
Produk ini diterima dengan baik oleh pasar,terutama dari kalangan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke KLU. Kelompok berusaha untuk membuat link pemasaran bekerjasama dengan hotel di Tiga Gili dan seputaran Pemenang serta Tanjung.

Kelompok pemuda juga bekerja sama dengan sejumlah travel agent. Para tamu yang diantar travel agen ke Prawira Village akan diberikan informasi cara pembuatan, mencoba membuat dan membeli kerajinan dengan varian yang lebih beragam.

"Kita masuk dari satu hotel ke hotel lainnya untuk menawarkan produk kita. Alhamdulillah responnya positif. Ke depannya kita minta supaya difasilitasi untuk bekerjasama dengan toko, supermarket atau swalayan yang banyak berada di luar daerah, sehingga akses pasar kita lebih luas,” tandas Erpan Hadi.

Sumber: lombokatraktif

Kre Alang Ikon Sumbawa yang Perlu Dilestarikan


Sumbawa memiliki banyak kerajinan tangan yang bernilai jual tinggi. Kerajinan tangan yang merupakan peninggalan nenek moyang ini hingga kini masih tetap terpelihara dan dilestarikan. Bahkan, kerajinan tangan ini mampu meningkatkan taraf perekonomian masyarakat di Tana Samawa.

Salah satu kerajinan tangan yang masih tetap eksis hingga kini adalah Kre Alang. Kre Alang adalah hasil kerajinan tenunan khas Sumbawa. Pusat produksinya ada di Desa Poto. Kre’ Alang menjadi ikon daerah Sumbawa besar yang perlu dilestarikan.

Kre Alang merupakan hasil kerajinan tenunan berupa kain sarung berukuran lebih kecil dari sarung pada umumnya. Ukurannya setengah dari sarung biasa. Dan bedanya dengan kain tenun lainnya, Kre Alang memiliki motif yang dibuat dengan benang berwarna emas.

Ke semuanya berbahan dasar benang, hanya saja dibuatkan motif dan model yang indah dengan menggunakan sesek. Dari segi teknik, pembuatannya dengan sistem gurin (lidi pembatas) . Lidi yang lebih besar pembatas dari bilahan bambu, pembatas dari penahan motif yang satu dengan motif yang lain. Hasil karya budaya Sumbawa yang di dalamnya terdapat ragam hias, menjadi pembeda dengan tenunan sejenis yang ada di daerah lain.

Proses pembuatannya memakan waktu yang lumayan lama. Untuk satu Kre Alang bisa memakan waktu dua puluh hari jika setiap hari dikerjakan. Terkadang bisa sampai 1 bulan bahkan lebih jika ada pekerjaan lain yang dikerjakan. Untuk satu buah Kre Alang dijual dengan harga jutaan rupiah.

Salah satu perajin  di Poto, Masita, menuturkan, kerajinan menenun mulai dikembangkan sudah sejak tahun 70-an. Pada masa itu menggeluti kerajinan menenun Kre Alang dilakukan, karena saat itu kebutuhan ekonomi kurang mencukupi.

Dengan keahlian menenun, masyarakat Poto waktu itu bisa mencukupi kebutuhan dan membiayai hidup saat itu. Termasuk untuk biaya pendidikan. Penjualannya tidak diperkirakan . Menurutnya ketika kain tenun (Kre Alang) sudah jadi bisa langsung dijual. Tapi, kalau ada wisatawan yang berkunjung, biasanya mereka membeli Kre Alang sebagai souvenir atau cinderamata.

Meski demikian, ujarnya, bahan baku Kre Alang, benang berwarna emas menjadi salah satu persoalan yang pernah dihadapi para penenun zaman dahulu. Sementara saat ini menjadi hal yang sangat mudah didapatkan. Mengingat benang tersebut sudah banyak dijual di toko-toko dan bisa diperoleh dengan harga yang cukup murah.

Untuk Kre Alang ini, bahannya seperti benang, bisa semuanya didapatkan, tergantung warna yang dipesan peminat, bisa langsung didapat. Harga bahan seperti benang emas satu gulungan Rp 45.000, benang untuk satu kotak benang tenunan yang berisi dua belas gulungan Rp 15.000.

Mudahnya mendapatkan bahan inilah, yang memicu para penenun untuk lebih membuat Kre Alang semakin banyak.Untuk memperindah hasil tenunan, baginya dibutuhkan ketelitian yang cukup. Selain itu untuk membuat minat seseorang terhadap tenunan Kre Alang, motifnya harus indah dan lebih rapi. Saat ini berbagai jenis motif kre alang menjadi permintaan pembeli. Kreasi para penenun pun beragam jenis, dari lonto engal, kemang satange, pusuk rebong, gili liuk dan lain sebagainya, tergantung kemampuan penenun dalam membentuk motif tersebut.

Sumber: lombokatraktif